您的当前位置:首页 > 探索 > KPK Telusuri Hubungan Ayin 正文
时间:2025-05-28 12:18:35 来源:网络整理 编辑:探索
Warta Ekonomi, Jakarta - KPK mendalami hubungan antara pemilik PT Bukit Alam Surya, Artalyta Suryani quickq官方ios版下载
KPK mendalami hubungan antara pemilik PT Bukit Alam Surya, Artalyta Suryani alias Ayin dengan pemilik Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI) Sjamsul Nursalim.
"KPK sedang mendalami interaksi dan hubungan saksi dengan Sjamsul Nursalim," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, Rabu (31/5/2017).
Ayin pada hari ini diperiksa sebagai saksi kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam pemberian Surat Keterangan Lunas (SKL) kepada BDNI yang menyebabkan kerugian negara Rp3,7 triliun. "Saksi diperiksa untuk mendalami apa yang diketahui terkait dengan proses pencetakan tambak dipasena yang saat itu dikerjakan oleh suami saksi," tambah Febri.
Ayin merupakan istri dari Surya Dharma salah satu bos PT Gajah Tunggal Tbk yang juga dikendalikan oleh Sjamsul Nursalim. Ayin sudah lama mengenal Sjamsul Nursalim saat tinggal di Lampung. Sjamsul Nursalim pun sempat meminta Surya Dharma dan Ayin untuk mengurus tambak Dipasena atau PT Dipasena Citra Darmaja. Dipasena merupakan tambak udang terbesar di Asia Tenggara saat menjadi milik Sjamsul Nursalim.
"Beberapa waktu lalu kami memeriksa petani tambak untuk melihat bagaimana proses pembangunan, kami fokus pada Rp4,8 triliun yang sudah lunas apalagi BDNI sebagai perusahaan sudah tidak ada lagi dan tambak saat ini dikerjakan petani. Intinya agar semaksimal mungkin mengembalikan kerugian negara," tambah Febri.
Ayin adalah bekas terpidana yang divonis lima tahun penjara dalam kasus suap ke jaksa Kejaksaan Agung Urip Tri Gunawan pada 2008 selaku Ketua Tim Penyelidikan kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) Sjamsul Nursalim sebesar Rp6 miliar agar Urip memberikan informasi tentang penyelidikan BLBI Sjamsul Nursalim.
KPK menetapkan mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsyad Tumenggung sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam pemberian Surat Keterangan Lunas (SKL) kepada Sjamsul Nursalim. SKL diterbitkan berdasarkan Instruksi Presiden Nomor 8 Tahun 2002 tentang pemberian jaminan kepastian hukum kepada debitor yang telah menyelesaikan kewajibannya atau tindakan hukum kepada debitor yang tidak menyelesaikan kewajibannya berdasarkan pemeriksaan Penyelesaian Kewajiban Pemegang Saham (PKPS).
Inpres itu dikeluarkan pada saat kepemimpinan Presiden Megawati yang juga mendapat masukan dari Menteri Keuangan Boediono, Menteri Koordinator Perekonomian Dorodjatun Kuntjara-djakti dan Menteri BUMN Laksamana Sukardi. Berdasar Inpres tersebut, debitur BLBI dianggap sudah menyelesaikan utang, meski baru melunasi 30 persen dari jumlah kewajiban pemegang saham dalam bentuk tunai dan 70 persen dibayar dengan sertifikat bukti hak kepada BPPN.
Syafruddin diduga mengusulkan pemberian Surat Pemenuhan Kewajiban Pemegang Saham atau SKL kepada Sjamsul Nursalim selaku pemegang saham atau pengendali Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI) pada 2004. Syafruddin mengusulkan SKL itu untuk disetujui Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK) dengan melakukan perubahan atas proses ligitasi kewajiban obligor menjadi restrukturisasi atas kewajiban penyerahan aset oleh BDNI ke BPPN sebesar Rp4,8 triliun yang merupakan bagian dari pinjaman Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).
Sehingga hasil restrukturisasinya adalah Rp1,1 triliun dapat dikembalikan dan ditagihkan ke petani tambak sedangkan Rp3,7 triliun tidak dilakukan pembahasan dalam proses restrukturisasi. Artinya ada kewajiban BDNI sebesar Rp3,7 triliun yang belum ditagihkan dan menjadi kerugian negara.
BLBI adalah skema bantuan (pinjaman) yang diberikan Bank Indonesia kepada bank-bank yang mengalami masalah likuiditas saat krisis moneter 1998 di Indonesia. Skema untuk mengatasi masalah krisis ini dilakukan berdasarkan perjanjian Indonesia dengan IMF.
Bank Indonesia sudah mengucurkan dana hingga lebih dari Rp144,5 triliun untuk 48 bank yang bermasalah agar dapat mengatasi krisis tersebut. Namun penggunaan pinjaman ternyata tidak sesuai dengan ketentuan sehingga negara dinyatakan merugi hingga sebesar Rp 138,4 triliun karena dana yangdipinjamkan tidak dikembalikan.
Terkait dugaan penyimpangan dana tersebut, sejumlah debitur kemudian diproses secara hukum oleh Kejaksaan Agung tapi Kejaksaan mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) kepada para debitur dengan dasar SKL yang diterbitkan oleh BPPN. (ant)
Alasan Monas Selama Ini Tak Dibuka Sampai Malam2025-05-28 12:13
Usut Kasus Bocah Kena Peluru Nyasar di Cengkareng, Polisi Tunggu Hasil Uji Balistik2025-05-28 12:00
2025年服装设计学院世界排名2025-05-28 11:47
IDF 2025 Jadi Tonggak Penting APJII Dorong Ekosistem Digital2025-05-28 11:15
Tersangka Teroris yang Berprofesi Tukang Bubur Sumsum di Karawang Ternyata Seorang Residivis!2025-05-28 10:49
Makanan Pemicu Kanker Usus, Ada Gorengan Hingga Roti2025-05-28 10:24
Panas! Ruhut Semprot Pendukung Anies: Udah Gagal Pikir, Masih Ngebacot Marah2025-05-28 10:11
Pelaku Cor Jasad Pemilik Ruko di Jakarta Timur adalah Orang Kepercayaan Korban2025-05-28 10:03
Apa Itu Moon Face yang Bikin Wajah Bengkak dan Bulat?2025-05-28 09:59
4 Lokasi Perayaan Cap Go Meh di Jakarta dan Sekitarnya2025-05-28 09:59
Mau Diet ala Marshanda? Ini Panduan Intermittent Fasting Sesuai Usia2025-05-28 12:00
Marak Pungli di Tempat Wisata RI, Pemerintah Siap Basmi Lewat Pokja2025-05-28 11:52
2025年服装设计学院世界排名2025-05-28 11:30
Terapkan Inovasi yang Berkelanjutan, Bank Mandiri Raih Dua Penghargaan Alpha SouthEast Asia 20242025-05-28 11:19
Suksesnya Andi Wijaya Membangun Prodia, Berawal dari Laboratorium Kecil di Solo2025-05-28 10:55
Setelah Ruhut Serang Bertubi2025-05-28 10:49
Kemenperin Tegaskan Perlu Dukungan DPR untuk Lahirkan Kebijakan Pro Industri2025-05-28 10:22
UPN Veteran Jakarta Kukuhkan Dua Guru Besar, Salah Satunya Rektor2025-05-28 10:16
PKS Umumkan Anies2025-05-28 10:14
Perkuat Solidaritas Kemanusiaan Palestina, Menag RI Buka Baznas International Forum 20242025-05-28 10:06